MENIMBANG EKSISTENSI ATEIS

      Ateis . Mendengar kata Ateis tersebut mayoritas masyarakat Indonesia akan mengerutkan dahi, memaki, mengecam dengan berkata “d...

  
Ateis. Mendengar kata Ateis tersebut mayoritas masyarakat Indonesia akan mengerutkan dahi, memaki, mengecam dengan berkata “dasar Kafir!”. Ateis merupakan orang yang tidak memercayai keberadaan Tuhan (KBBI Edisi Ketiga. 2007 :74). Pada umumnya mereka memandang dunia dengan logika. Semua hal harus dijawab dengan akal sehat. Bisa dibilang Ateis adalah para pecinta sains. Keyakinan tersebutlah yang menjadikan ateisme sebagai kufur, ‘sifat yang tidak memercayai Allah swt dan Rasul-nya’ (KBBI Edisi Ketiga. 2007: 609). Momok yang berbahaya bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang teistik (beriman kepada Tuhan).


sumber: https://id.pinterest.com
Dengan menimbang kembali keberadaan Ateis, apakah mereka adalah ancaman?

Saya kenal banyak Ateis, mereka berseliweran di sekitar saya. Mereka tidak beriman kepada Tuhan, tetapi bukan mereka tidak memahami cara hidup dan bersosialisasi dengan baik dengan manusia lainnya. Sadar atau tidak, seorang Ateis sangat sibuk dengan hubungan horizontal, yaitu hubungan manusia dengan manusia lainnya. Mereka sangat memedulikan HAM dan kehidupan bermasyarakat dengan sangat baik. Mereka peduli dengan meningkatnya kemakmuran bangsa ini, seperti mengajar rakyat daerah, membagi sedekah, saling memberi, dan masih banyak lainnya.

Hal ini positif tentunya untuk menjadi inspirasi dibanding sibuk memaki mereka kafir. Apakah menghakimi mereka sebagai musuh atau kafir adalah hal bijak sebagai seorang muslim? Emha Ainun Najib pernah berkata, “Muslim atau bukan merupakan hak prerogatif Tuhan untuk menilai”. Mendengar kalimat tersebut semakin membuat berpikir mengenai judgement-judgement dari saya atau koaran-koaran di luar sana. Bijakkah, dibenarkan kah dalam Islam judgement tersebut?
Saya pernah membaca tulisan soal terorisme dan membuat saya terus terngiang-ngiang, Kalimat itu bertuliskan seorang pria yang berkata kepada seorang teroris, “dengan mengebom para turis asing yang Anda sebut kafir berarti Anda telah bersekutu dengan setan untuk memasukkan manusia ke dalam neraka”. “Bersekutu dengan setan”, sebuah pernyataan yang memilukan bagi saya dan jelas itu dosa besar dalam Islam. Akan tetapi, seberapa banyak muslim yang berpikir sama dengan tulisan tersebut. Ada berapa banyak manusia yang melihat non-muslim sebagai musuh Islam dan terus memeranginya. Saya terus bertanya, “Islam-kah ‘muslim’ itu? Muslim sesungguhnya kah ia? Apa itu Islam?”. Kasus ini tidak berbeda dengan pandangan umum yang kini terjadi kepada para Ateis. Padahal Allah swt telah meminta kita untuk tidak hanya menjaga hubungan vertikal (habluminallah) melainkan juga hubungan horizontal (habluminannas).  Sementara melihat kembali Rasulullah saw yang tidak pernah menghina dan menghakimi non-muslim. Justru kebaikan hati beliau yang memberikan rahmat bagi para non-muslim untuk menjadi mualaf. Sekali lagi, kebaikan hati.

Dr. Zakir Naik—Profesor fenomenal yang berasal dari Mumbay, India yang berdakwah ke seluruh dunia dan berhasil me-mualafkan ratusan orang—dalam pembahasannya mengenai Ateis, ia mengatakan bahwa Ateis adalah seseorang yang “setengah beriman”. Faktanya mereka telah mengimani “Laa ilah” yang bermakna, ‘tiada tuhan’ dan percaya ketiadaan Tuhan merupakan paham dasar Ateis. Kemudian Dr. Naik berkata, ”Ateis hanya belum mengenal, Illallah, ‘selain Allah’. Ateis adalah orang-orang yang kritis sehingga mereka mencari tahu apakah, siapakah, bagaimanakah Tuhan itu. Mayoritas orang-orang berada pada posisi teistik sejak lahir sehingga beriman bukanlah pilihan melainkan keturunan. Menjadi Ateis adalah suatu fase di mana, orang-orang dengan iman “keturunan mencari Tuhannya. Banyak orang yang menghakimi Ateis tanpa melihat latar belakang pilihan orang tersebut. Padahal Allah swt berfirman dalam QS. Al-Hujuraat [49]: 11,

“…Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-ngolok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok)…”

Tidak ada yang sanggup dan bisa menilai orang lain selain Allah swt. Saya meyakini bahwa Islam adalah agama yang indah dan damai. Menjadi Ateis dan Teistik adalah pilihan hidup seorang manusia. Bahkan Allah swt tidak memaksa manusia untuk memilih jalan hidupnya, tapi Dia akan selalu memberi petunujuk kepada hamba-Nya yang meminta. Allah swt menciptakan manusia sebagai mahluk sempurna karena manusia memiliki akal pikiran. Akal pikiran untuk memilih jalan hidupnya. Selain itu, bagaimanakah kamu menimbang dengan bijak dalam menilai orang lain sedangkan kamu hanya melihat dari satu sisi koin, bukan keduanya :)

Salam,
Kartika

Desain oleh: Chandra Kartika Gunawan
Ditulis juga dalam http://moeslema.com oleh C.K.G.

You Might Also Like

2 la la words

Thank You for your comment. I am really apreciate it.
Just write down your link, i will visit you back. Come again :)

MY INSTAGRAM

Flickr Images